Tata Cara Pembagian Harta Warisan dalam Islam
Sebelum membahas bagaimana cara menghitung pembagian harta warisan sebelumnya mesti diketahui lebih dahulu beberapa istilah yang biasa dipakai dalam pembagian warisan. Beberapa istilah itu antara lain adalah:
1. Asal Masalah (أصل المسألة)
Asal Masalah adalah: أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339) Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah: أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339) Dalam ilmu aritmetika, Asal Masalah bisa disamakan dengan kelipatan persekutuan terkicil atau KPK yang dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi habis oleh semua bilangan bulat penyebut yang membentuknya. Lebih lanjut tentang Asal Masalah akan dibahas pada tulisan tersendiri, insyaallah.
2. ‘Adadur Ru’ûs (عدد الرؤوس)
Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala. Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.
3. Siham (سهام)
Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.
4. Majmu’ Siham (مجموع السهام)
Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham.
Setelah mengenal istilah-istilah tersebut berikutnya kita pahami langkah-langkah dalam menghitung pembagian warisan:
1. Tentukan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan
2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa (ashabah) dan seterusnya.
3. Tentukan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
4. Tentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan dalam sebuah kasus perhitungan waris sebagai berikut:
Kasus 1 Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut: Ahli Waris Bagian 24 Istri 1/8 3 Ibu 1/6 4 Anak laki-laki Sisa 17 Majmu’ Siham 24 Penjelasan: a. 1/8, 1/6 dan sisa adaah bagian masing-masing ahli waris.
b. Angka 24 di atas adalah Asal Masalah yang merupakan bilangan terkecil yang bisa dibagi habis oleh bilangan 8 dan 6 sebagai penyebut dari bagian pasti yang dimiliki oleh ahli waris istri dan ibu.
c. Angka 3, 4 dan 17 adalah siham masing-masing ahli waris dengan rincian: - 3 untuk istri, hasil dari 24 x 1/8 - 4 untuk ibu, hasil dari 24 x 1/6 - 17 untuk anak laki-laki, sisa dari 24 – (3 + 4) d. Angka 24 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (3 + 4 + 17)
Catatan:
Majmu’ Siham harus sama dengan Asal Masalah, tidak boleh lebih atau kurang.
Kasus 2 Seseorang meninggal dunia dengan ahli waris 3 orang anak laki.
Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut:
Ahli Waris Bagian 3 Anak laki-laki Ashabah 1 Anak laki-laki Ashabah 1 Anak laki-laki Ashabah 1 Majmu’ Siham 3
Penjelasan:
a. Karena semua ahli waris adalah anak laki-laki maka semuanya menerima warisan sebagai ashabah, bukan dzawil furûdl.
b. Angka 3 di atas adalah Asal Masalah yang dihasilkan dari ‘Adadur Ru’ûs atau jumlah orang penerima warisan. Asal Masalah di sini tidak dihasilkan dari bilangan penyebut bagian pasti, tetapi dari jumlah orang yang menerima warisan.
c. Angka 1 adalah siham masing-masing ahli waris yang didapatkan dari Asal Masalah dibagi jumlah ahli waris yang ada. Karena semua ashabah dari pihak laki-laki maka Asal Masalah dibagi rata kepada mereka.
d. Angka 3 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (1 + 1 + 1) Bagaimana bila konsep di atas diaplikasikan pada pembagian harta waris dengan nominal tertentu? Untuk mengaplikasikan tata cara pembagian waris di atas dengan nominal harta warisan tertentu sebelumnya mesti dipahami bahwa Asal Masalah yang didapat dalam setiap pembagian warisan juga digunakan untuk membagi harta yang ada menjadi sejumlah bagian sesuai dengan bilangan Asal Masalah tersebut. Sebagai contoh bila harta yang ditinggalkan si mayit sejumlah Rp. 100.000.000 dan Asal Masalahnya adalah bilangan 8, maka harta waris Rp. 100.000.000 tersebut dibagi menjadi 8 bagian di mana masing-masing bagian senilai Rp. 12.500.000. Bila seorang anak perempuan mendapatkan siham 4 misalnya, maka ia mendapatkan nominal harta waris 4 x Rp. 12.500.000 = Rp. 50.000.000. Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan dalam beberapa contoh kasus sebagai berikut: Kasus 1 Seorang perempuan meninggal dunia dengan ahli waris seorang suami, seorang ibu dan seorang anak laki-laki. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp. 150.000.000. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut: Ahli Waris Bagian 12 Suami 1/4 3 Ibu 1/6 2 Anak laki-laki Ashabah / Sisa 7 Majmu’ Siham 12 Penjelasan: a. Asal Masalah 12 b. Suami mendapat bagian 1/4 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3 c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 2 d. Anak laki-laki mendapatkan bagian sisa, sihamnya 7 e. Nominal harta Rp. 150.000.000 dibagi 12 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 12.500.000 Bagian harta masing-masing ahli waris: a. Suami : 3 x Rp. 12.500.000 = Rp. 37.500.000 b. Ibu : 2 x Rp. 12.500.000 = Rp. 25.000.000 c. Anak laki-laki : 7 x Rp. 12.500.000 = Rp. 87.500.000 Jumlah harta terbagi : Rp. 150.000.000 (habis terbagi) Kasus 2 Seorang laki-laki meninggal dunia dengan ahli waris seorang istri, seorang anak perempuan, seorang ibu, dan seorang paman. Harta yang ditingalkan sejumlah Rp. 48.000.000. Maka pembagiannya sebagai berikut: Ahli Waris Bagian 24 Istri 1/8 3 Anak perempuan 1/2 12 Ibu 1/6 4 Paman Ashabah / Sisa 5 Majmu’ Siham 24 Penjelasan: a. Asal Masalah 24 b. Istri mendapat bagian 1/8 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3 c. Anak perempuan mendapat bagian 1/2 karena sendirian dan tidak ada mu’ashshib, sihamnya 12 d. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 4 e. Paman mendapatkan bagian sisa, sihamnya 5 f. Nominal harta Rp. 48.000.000 dibagi 24 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 2.000.000 Bagian harta masing-masing ahli waris: a. Istri : 3 x Rp. 2.000.000 = Rp. 6.000.000 b. Anak perempuan : 12 x Rp. 2.000.000 = Rp. 24.000.000 c. Ibu : 4 x Rp. 2.000.000 = Rp. 8.000.000 d. Paman : 5 x Rp. 2.000.000 = Rp. 10.000.000 Jumlah harta terbagi : Rp. 24.000.000 (habis terbagi)
Kasus 3 Seorang meninggal dunia dengan ahli waris seorang bapak, seorang ibu, seorang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Nominal harta warisan sebesar Rp. 30.000.000. Perhitungan pembagian harta waris tersebut sebagai berikut: Ahli Waris Bagian 6 Bapak 1/6 1 Ibu 1/6 1 Anak laki-laki Ashabah bin nafsi 4 2 Anak perempuan Ashabah bil ghair 2 1 Anak perempuan Ashabah bil ghair 1 Majmu’ Siham 6
Penjelasan:
a. Asal Masalah 6
b. Bapak mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, siham 1
c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, siham 1
d. Anak laki-laki dan 2 anak perempuan:
- Secara keseluruhan mendapat bagian ashabah atau sisa, yakni 4 siham. - Anak laki-laki sebagai ashabah bin nafsi, 2 anak perempuan sebagai ashabah bil ghair karena bersama dengan mu’ashshib. - Dalam hal ini berlaku hukum “laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan.” - Karenanya meskipun anak laki-laki hanya 1 orang namun ia dihitung 2 orang. Maka penerima ashabah pada kasus ini seakan ada 4 orang yang terdiri dari 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. - Maka sisa 4 siham dibagi menjadi 2 siham untuk satu anak laki-laki dan 2 siham untuk 2 anak perempuan di mana masing-masing anak perempuan mendapat 1 siham. e. Nominal harta Rp. 30.000.000 dibagi 6 bagian, masing-masing bagian senilai Rp. 5.000.000. Bagian harta masing-masing ahli waris: a. Bapak : 1 x Rp. 5.000.000 = Rp. 5.000.000 b. Ibu : 1 x Rp. 5.000.000 = Rp. 5.000.000 c. Anak laki-laki : 2 x Rp. 5.000.000 = Rp. 10.000.000 d. 2 Anak perempuan : 2 x Rp. 5.000.000 = Rp. 10.000.000 (Bagian masing-masing anak perempuan Rp. 10.000.000 : 2 = Rp. 5.000.000) Jumlah harta terbagi Rp. 30.000.000 (habis terbagi)
WALLOHUA'LAM
Jumat, 03 April 2020
Cara Hitung Pembagian Waris Anak Menurut Hukum Islam
Cara Hitung Pembagian Waris Anak Menurut Hukum Islam
Pada dasarnya dalam hukum Islam, warisan dibagi berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan besarannya. Namun warisan dalam hukum waris Islam dapat dibagi berdasarkan wasiat. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.[1] Pemilikan terhadap harta benda baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.[2]
Definisi dari wasiat juga dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 49 huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”) sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Tetapi wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya.[3]
Jadi pembagian waris dalam hukum waris Islam dilakukan berdasarkan bagian masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan. Kalaupun adanya wasiat dari pewaris, maka hanya boleh paling banyak sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Selain itu, D yang merawat dan membiayai segala kebutuhan OT termasuk membayar utang OT tidak menjadi faktor dalam pembagian waris menurut KHI.
Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam
Merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang disebarluaskan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“Inpres 1/1991”), ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.[4] Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.[5]
Kelompok-kelompok ahli waris menurut KHI terdiri dari:[6]
- Menurut hubungan darah:
- golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.[7]
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:[8]
- dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris;
- dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Besaran Bagian Ahli Waris
Besaran bagian masing-masing ahli waris adalah:[9]
- Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.
- Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.
- Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
- Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.
- Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.
- Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.
- Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.
- Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
Menurut Irma Devita Purnamasari dalam bukunya Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris (hal. 35-38), pembagian kelompok ahli waris terbagi menjadi tiga:
1. Dzulfaraidh (ashabul furudh/dzawil furudh)
Yaitu ahli waris yang menerima bagian pasti (sudah ditentukan bagiannya). Misalnya, ayah sudah pasti menerima sebesar 1/3 bagian jika pewaris memiliki anak; atau 1/6 bagian jika pewaris memiliki anak. Artinya, bagian para ahli waris ashabul furudh/dzulfaraidh inilah yang dikeluarkan terlebih dahulu dalam perhitungan pembagian warisan. Setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh ini dikeluarkan, sisanya baru dibagikan kepada ahli waris yang menerima bagian sisa (‘ashabah) seperti anak pewaris dalam hal anak pewaris terdiri dari laki-laki dan perempuan.
2. Dzulqarabat (‘ashabah)
Yaitu para ahli waris yang mendapatkan bagian yang tidak tertentu, mereka memperoleh warisan sisa setelah bagian para ahli waris dzulfaraidh tersebut dikeluarkan.
3. Dzul-arham (dzawil arham)
Merupakan kerabat jauh, yang baru tampil sebagai ahli waris jika ahli waris dzulfaraidh/ashabul furuds dan ahli waris ‘ashabah.
Yang tergolong dzul arham adalah:
- cucu laki-laki dan perempuan dari anak perempuan
- Anak laki-laki dan perempuan dari cucu perempuan
- Kakek dari pihak ibu dan nenek dari pihak kakek (ibu-kakek)
- Anak perempuan dari saudara laki-laki (sekandung, sebapak, atau seibu)
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu.
- Anak saudara perempuan sekandung, sebapak, dan sibu.
- Bibi (saudara perempuan bapak) dan saudara perempuan kakek.
- Paman seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek.
- Saudara laki-laki dan perempuan dari ibu, serta
- Anak perempuan paman dan bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu)
Jadi, setiap ahli waris itu sudah ada bagiannya masing-masing. Bagian untuk anak adalah: anak perempuan bila hanya seorang, ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan.
CONTOH MASALAH :
Situasinya, ada orang tua sebut saja OT dan telah meninggal dunia. Mempunyai 4 orang anak sebut saja A, B, C dan D. Selama OT masih hidup, anaknya D yang merawat dan membiayai segala kebutuhan OT termasuk membayar utang OT. Yang menjadi pertanyaan, apakah pembagian warisan di antara A, B, C dan D dibagi sama rata? Ataukah ada aturan cara pembagian yang diatur dalam undang-undang?
Langganan:
Postingan (Atom)
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
Bernapas adalah proses memasukkan oksigen ke dalam tubuh serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air dari tubuh. Organ-organ pada sistem ...
-
INTERAKSI ANTARORGANISME DALAM EKOSISTEM 1. Predasi Bentuk hubungan antara pemangsa (predator) dan yang dimangsa.untuk makanannya Co...
-
MATERI FIQIH KELAS 11 : PERADILAN DALAM ISLAM PERADILAN A. Pengertian peradilan Peradilan dalam pembahasan fikih di...
-
Al-Qawaid al – Khamsah Kaidah yang berkaitan dengan niat Teks kaidahnya الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِها Artinya: “Segala perkara tergantung kepa...