Minggu, 04 Oktober 2020

“AL-HAKIM, MAHKUM FIIH, DAN MAHKUM ‘ALAIH”

 A.    Al-Hakim

Kata “Hakima” secara etimologi berarti “orang yang memutuskan hukum”. Dalam istilah fiqh,hakim merupakan orang yang memutuskan hukum dipengadilan yang sama maknanya denganqadhi. Dalam kajian ushul fiqh, hakim juga berarti pihak penentu dan pembuat hukum syariat secara hakiki.
Ulama ushul sepakat bahwa yang menjadi pembuat hukum hakiki dari hukum syariat adalah Allah, sebagaimana firman-Nya:





Artinya:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”.(QS. Al-An’am: 57).[1]
Dan menurut mereka juga, bahwa yang menetapkan hukum (Al-hakim) itu ialah Allah SWT. Sedangkan yang memberitahukan hukum-hukum Allah ialah para rasulNya. Beliau-beliau inilah yang menyampaikan hukum-hukum Tuhan kepada ummat manusia.
Tidak ada perselisihan pendapat ulama syara’ itulah yang menjadi hakim sesudah Rosul dibangkit dan sesudah sampai seruannya kepada yang dituju.
Yang diperselisihkan ialah tentang siapakah yang menjadi hakim  terhadap perbuatan mukallaf sebelum rasul dibangkit. Golongan mu’tazillah berpendapat, bahwa sebelum rasul dibangkit, akal manusia itulah yang menjadi hakim, karena akal manusia dapat mengetahui baik atau buruknya sesuatu perbuatan karena hakikatnya atau karena sifatnya.
Oleh kerena itu mukallaf wajib mengerjakan apa yang dipandang baik oleh akal dan meninggalkan apa yang dipandang buruk oleh akal. Allah akan memberikan pahala kepada para mekallaf yang berbuat baikberdasarkan kepada pendapatnya, sebagaimana Allah memberi pahala berdasarkan apa yang diketahui mukallaf dengan perantara syara’.
Golongan Asy’ariyah berpendapat, bahwa sebelum datang syara’ tidak diberi sesuatu hukum kepada perbuatan-perbuatan mukallaf. Golongan Mu’tazilah dan Asy’ariyah sependapat bahwa akal dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yakni yang bersesuaian tabi’at: dipandang baik oleh akal yang tidak bersesuaian dengan tabi’at dipandang buruk oleh akal.
Titik perselisihan antara golongan Mu’tazilah dengan golongan Asy’ariyah ialah tentang apakah perbuatan itu menjadi tempat adanya pahala atau siksa, tergantung pada  perbuatan, walaupun syara’ belum menerangkannya, sedang golongan jumhur berpendapat, bahwa tidak disiksa dan  tidak diberi pahala manusia sebelum datang syara’, kendati akal bisa mengetahui baik buruknya sesuatu perbuatan.[2]
Meskipun ulama ushul sepakat bahwa pembuat hukum hanya Allah SWT, namaun mereka berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum-hukum yang dibuat Allah hanya dapat diketahui dengan turunnya wahyu, atau akal dapat mengetahui hukum itu dengan baik. Dalam hal ini, Abu Husen al-Bashri (w. 436 H) membagi amal perbuatan manusia kedalam dua kategori:
a.       Perbuatan aqliyah, yaitu perbuatan yang hukumnya dapat diketahui dengan akal pikiran.
b.      Perbuatan syar’iyah, yaitu berbuatan dimana syara’ ikut menentukan hukum dan bentuknya.

 Perbuatan kategori ini terdiri dari dua macam, yaitu:
1.      Perbuatan dimana hanya dengan syariat dapat diketahui hukum, bentuk, dan kedudukannya sebagai ibadah bagi pelakunya, seperti ibadah shalat’
2.      Perbuatan dengan syariat berperan mengubah, menambah, atau mengurangi persyaratan-persyaratan yang talah diketahui akal pikiran. Dalam hal ini, syariat memodifikasi sesuatu perbuatan, sehingga disebut sebagai perbuatan yang bersifatsyar’i.
B.     Mahkum Fiih
Mahkum Fiih adalah perbuatan-perbuatan orang mukallaf yang dibebani suatu hukum (perbuatan hukum).[3]
Para ulama ushul fiqih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum fih)  فِيْهِاَلْمَحْكُوْمُ)adalah objek hukum, yaitu perbuatan orang mukallaf yang terkait dengan titah syari’ (Allah dan Rasul-Nya), yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntunan meninggalkan suatu pekerjaan, memilih suatu pekerjaan, dan bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhshah, sah, serta batal.
Jadi, mahkum fih itu merupakan hasil perbuatan manusia yang mukallaf erat hubungannya atau bersangkutan dengan hukum syara’ agama Islam. Misalnya perbuatan manusia yangmukallaf  berhubungan dan berkaitan dengan aturan agama Islam, antara lain:
1.      Masalah menyempurnakan janji bagi mukallaf, adalah  mahkum fih, sebab bertalian dengan ijab, maka hukumnya adalah wajib.
2.      Menyangkut masalah tidak dilaksanakan terhadap manusia, adalah mahkum fih, dan bertalian dengan ketentuan Allah dalam firman-Nya:
وَلاَ تَقْتُلُو النَّفْسَ
Artinya:
“Janganlah kamu membunuh manusia.”
3.      Menyangkut perbuatan manusia, mengenai mengerjakan puasa atau tidak melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan bagi orang yang sakit atau orang musafir/dalam prerjalanan jauh, maka masalah itu adalah mahkum fih, bertalian dengan masalah ibadah.
Dengan uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa apabila diperhatikan semua perbuatan manusia itu ada hubungannya dengan hukum syara’. Berarti semua perbuatan manusia yang mukallaferat kaitannya dengan hukum syara’, dan semua itu disebut Mahkum Fih dalam hukum Islam.
Para kalangan madzab Hanafi yang berpendapat tidak akan terjadi takhlif sebelum tercapai syarat sahnya takhlif mengemukakan alasan :
a.    Kalau terjadi takhlif sebelum tercapai syarat sah takhlif berarti takhlif tidak dapat dilaksanakan, sedangkan takhlif yang tidak dilaksanakan adalah batal.
b.    Dalam ucapan Rasulullah ketika mengangkat Muadz bin Jabal menjadi Gubernur Yaman beliau berkata:
 “Ajaklah mereka (menuturkan) syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku adalah rasul Allah. Jika mereka telah menerimanya beri tahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Kalau mereka telah mnerimanya beri tahukan Allah mewajibkan zakat atas harta kekayaan dari orang yang kaya untuk diserahkan kepada yang miskin dari mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)   
            Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban shalat dan zakat bergantung kepada penerimaan terhadap ajakan dan kalau mereka tidak menerima berarti tidak wajib bagi mereka. Alasan ini dijawab bahwa yang dimaksud menerima kewajiban shalat dan zakat, tetapi kewajiban menerima iman karena tidak mungkin menerima kewajiban tanpa menerima iman.
c.    Semua ibadah orang yang kafir tidk diterima karena ibadah memerlukan niat, sedangkan niat dari orang yang kafir tidak sah kecuali terlebih dahulu beriman.
d.   Perintah melaksanakan ibadah untuk memperoleh pahala, sedangkan orang kafir tidak berhak menerima pahala.
e.    Kalau orang yang kafir dibebankan melaksanakan shalat tentunya mereka dikenakan hukuman di dunia sebagaimana seorang muslim yang meninggalkan sholat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapat pertama adalah yang terkuat dalilnya karena didukung oleh dalil Al-Quran yang menunjukkan bahwa orang yang kafir masih dibebani ibadah. Karena itu, mereka mendapat hukuman tambahan di akhirat yang berati kebolehan takhlif sekalipun syarat belum tercapai seperti yang dikemukakan oleh madzab Syafi’i.
     Kalau dilihat dari segi pelaksanaan hukuman di dunia, orang yang kafir itu tidak dituntut hukuman, tetapi hukumannya hanya di akhirat. Keduanya dilihat dari segi pelaksanaan hukuman dunia dan akhirat hanya berbeda tenntang hukuman akhirat.[4]
Telah menjadi ijma’ seluruh ulama bahwa tidak ada pembebanan selain pada pembuatan orang mukallaf. Oleh karena itu, apabila syar’i mewajibkan atau mensunnahkan suata perbuatan kepada seorang mukallaf, maka beban itu merupakan perbuatan  yang harus dikerjakan. Demikian juga apabila syar,i mengharamkan atau memakruhkan sesuatu, maka beban tersebut juga merupakan perbutan yang harus ditinggalkan.

Perbuatan yang dibebankan (mahkum bih) kepada orang mukallaf itu mempunyai tiga syarat sebagai berikut:
a.       Perbutan itu diketahui oleh orang mukallaf secara sempurna, sehingga ia dapat mengerjakannya sesuai dengan tuntutan,
b.      Hendaklah diketahui bahwa pembebanan itu berasal dari yang mempunyai kekuasaan memberi beban dan dari pihak yang wajib diikuti segala hukum-hukum yang dibuatnya,
c.       Perbuatan itu adalah perbuatan yang mampu dikerjakan atau ditinggalkan, sehingga tidak dibenarkan memberi beban yang mustahil untuk dilaksanakan.
Manusia tidak diperintahkan mengerjakan perbuatan yang tidak muungkin (mustahil) dapat dilakukan,  sebagaimana firman Allah SWT:





Artinya:
                 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya”. (QS.Al-Baqarah: 286).
Namun demikian, didalam al-Qur’an dan al-Hadits terdapat keterangan yang menuntut suatu perbuatan diluar kemampuan manusia, seperti berjihat dengan jiwa dan harta, atau bersabar dan tidak suka marah.
Bahkan seluruh ibadah yang diperintahkan oleh Allah akan teras berat dan beban bagi manusia yang tidak mengenal hakikat hidup ini. Sebagaimana Rasullullah bersabda:





Artinya:
“surga diliputi oleh hal-hal yang dibenci, sedang neraka diliputi oleh hal-hal yang menyenangkan.”[5]

C.    Mahkum ‘Alaih
Mahkum ‘alaih ialah orang-orang mukallaf yang dibebani hukum. Adapun syarat-syarat sahnya seorang mukallaf menerima beban hukum itu ada dua macam, yakni:
a.       Sanggup memahami khitab-khitab pembebanan atau tuntutan syara’ yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, baik secara langsung maupun melalui orang lain. Oleh karena itu, orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami khitab syar’i tidak mungkin untuk melaksanakan suatu taklif (pembebanan),
b.      Mempunyai kemampuan menerima beban. Dasar pembebanan hukum bagi seorangmukallaf adalah akal dan pemahaman.
Kemampuan seseorang untuk menerima kwajiban dan mnerima hak oleh para ulamaushuliyyun dibagi kepada dua  macam, yaitu:
a.       Ahliyatul wujub, yaitu kepantasan seseorang untuk memberi hak dan kewajiban. Kepantasan ini ada pada setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, kanak-kanan maupun dewasa, sehat maupun sakit.
Semua orang mempunyai kepantasan diberi hak dan kewajiban, sebab dasar dari kepantasan ini adalah kemanusiaan. Artinya, selama manusia itu masih hidup, kepantasan tersebut tetap dimiliknya,
b.      Ahliyatul ada’ (kemampuan berbuat)ialah kepantasan seseorang untuk dippandang sah segala perkataan dan perbuatannya. Misalnya, bila mengadakan suatu perjanjian atau perikatan, tindakan itu adalah sah dan dapat menimbulkan akibat hukum, sehingga masa datangnya aliyatul ada’ menurut syara’ adalah bersamaan dengan tibanya usia taqlif yang dibatasi dengan aqil dan baligh.
Ahliyatul ada’ terbagi atas dua macam, yaitu:
1.   Ahliyatul ada’ sempurna (tam) adalah ketika seorang yang telah berakal mencapai umur dewasa (baligh) dinisbahkan untuk hukum  syara’, dan balighnya orang yang cakap dinisbahkan untuk muamallah harta (perdata),
2.   Ahliyatul ada’ tidak sempurna (naqish) yaitu anak yang cakap atau semisalnya dinisbahkan untuk muamallah dan perikatan. Adapun taklif syara’ bagi anak yang cakap sama dengan anak yang tidak cakap. Seperti shalatnya anak kecil dianggap seperti orang yang tidak cakap (gila). Sedangkan dalam masalah muamallah dianggap sah jual belinya.
Namun demikian, ada beberapa orang yang sudah dewasa dan pantas untuk melaksakan hak dan kewajiban tetapi kondisi mereka tidak memungkinkan untuk melaksanakan semua itu, dikarenakan ada hal-hal yang menghalangi.kondisi tersebut disebut dengan awaridh ahliyah.
     Ahwaridh ahliyah ada dua macam, yakni samawiyah dan kasabiyah.
     Samawiyah adalah hal-hal yang berada diluar usaha dan ikhtiar manusia. Halangansamawiyah ada sepuluh macam, yaitu:
a.       Keadaan belum dewasa;
b.      Sakit gila
c.       Kurang akal
d.      Keadaan tidur
e.       Pingsan
f.       Lupa
g.      Sakit
h.      Menstruasi
i.        Nifas
j.        Meninggal dunia.
Kasabiyah adalah perbuatan-perbuatann yang diusahakan manusia yang menghilangkan atau mengurangi kemampuan bertindak. Halangan kasabiyah itu ada tujuh macam, yaitu:
a.         Boros,
b.        Mabuk
c.         Bepergian
d.        Lalai
e.         Bergurau (main-main)
f.         Bodoh (tidak mengetahui)
g.        Terpaksa (ikrah).[6]
Memperhatikan akibat ahliyatul ada’. Maka gangguan-gangguan itu terbagi kepada beberapa jenis antara lain:
a.       Gugur ahliyatul ada’, khusus bagi manusia gila dan sedang tidur.
b.      Kurang ahliyatul ada’ (tidak gugur seluruhnya), seperti manusia makhluk (orang yang lemah pikirannya) dan juga anak-anak yang mumayiz.
c.       Tidak menghilangkan dan tidak pula mengurangi ahliyatul ada’, tatpi hanya mengubah sebagian hukum untuk kemaslahatan.
Maka terhadap poin a dan b diatas, tidak dibenarkan memelihara harta, demi untuk memelihara hartanya sedangkan ahliyatnya tetap tidak hilang dan tidak pula berkurang. Dan yang ketiga ahliyatul ada’ nya penuh, hanya tidak dibolehkan mengendalikan hartyanya karena menjaga haknya.[7]

Tugas
Apa yang dimaksud Sunnah Ain dan Sunnah Kifayah ? Jelaskan beserta contonya. tulis jawaban kalian pada kolom komentar



24 komentar:

  1. Nama : Dewi Badrul Kharirotus Sifa
    Kelas: XII A
    A. Sunnah 'Ain, yaitu segala perbuatan yang dianjurkan kepada setiap pribadi mukalaf untuk dikerjakan. Misalnya sholat sunat rawatib.
    B. Sunnah Kifayah, yaitu segala perbuatan yang dianjurkan untuk diperbuat cukup oleh salah seorang saja dari suatu kelompok. Misalnya mengucapkan salam, mendoakan orang bersin, dll.

    BalasHapus
  2. Nama:Arizal Pratama
    Kelas:XIIA
    Hukum azan merupakan sunnah kifayah, artinya dianjurkan untuk dilakukan tapi tidak wajib, dan apabila sudah dilakukan oleh salah seorang muslim maka anjuran atas muslim yang lain otomatis gugur. ... Artinya, “Adapun jika shalat sendirian, maka adzan dan iqamah tetap dihukumi sunnah ain.
    yang ada dalam hukum islam itu wajib ain dan wajib kifayah

    wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    jika yg ditanyakan sunnah ain dan sunnah kifayah itu tdk ada , namun biasa org mengkiyaskannya dg wajib ain dan wajib kifayah

    BalasHapus
  3. Nama: Erlika nur azizah herlambang
    Kelasv XIIA
    #Sunnah ain
    Sunah ‘ain adalah perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiapIndividuContoh : 1. Salat sunah rawatib
    2.Puasa hari Senin – Kamis diluar bulan Ramadhan
    3.Mengucapkan Salam.

    #Sunnah kifayah
    definisi sunah kifayah adalah sesuatu yang penting yang dipriortaskan hasilnya tanpa keharusan, dan tanpa memandang pada pelakunya, seperti memulai salam dan mendoakan orang yang bersin.

    Contoh lain dari sunah kifayah adalah berqurban, Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Abdul Mu’min –semoga Allah merahmati beliau– berkata, “Qurban itu adalah sunnah kifayah. Maksudnya, jika satu anggota keluarga sudah melakukannya, maka semuanya telah memenuhi yang sunnah. Seandainya tidak ada yang berqurban dalam satu keluarga, hal itu dimakruhkan. Namun tentu saja yang dikenakan di sini adalah orang yang merdeka dan berkemampuan.” (Kifayah Al-Akhyar fi Halli Ghayah Al-Ikhtishar, hlm. 579)

    BalasHapus
  4. ROHANA MARIA ULVA
    12a

    Sepengetahuan saya tidak ada sunnah Ain maupun sunnah kifayah tetapi Saya mengakui adanya hukum wajib Ain dan wajib kifayah serta Sunnah Muakkad dan Sunnah Ghairu Muakkad. Mungkin yang dimaksud sunnah Ain adalah sesuatu yang dianjurkan terhadap setiap individu seperti sholat rawatib sedangkan sunnah kifayah adalah anjuran yang apabila sudah ada satu individu yang mengerjakan maka gugur kewajiban terhadap individu yang lain seperti memulai salam dan mendoakan yang bersin

    BalasHapus
  5. Nama:ahmad jalaludin
    Kls ;12a
    Sunah ain adalah perbuatan yang diarjurkan untuk setiap individu contoh
    Salat sunah rowatih mengucap salan
    Sunah kifayah adalahsesuatu yang penting yang dipro ritas

    BalasHapus
  6. TITIS SYAWALNA PUTRI
    12_A


    Mengenai tentang Sunnah ain dan Sunnah kifayah keduanya terkait dengan perbuatan,di sini saya memahami dengan fokus terhadap hal yang bersifat ain dan kifayah. Terkait hukum Sunnah dan wajib yang terkait dengan perbuatan tersebu bisa jadi sesuai dengan amalan apa yang tiap individu lakukan. Mungkin yang dimaksud Sunnah ain adalah perbuatan yang dianjurkan untuk setiap individu melakukannya. Contohnya mengerjakan puasa sunnah.dan sholat Sunnah rawatib. Yang selanjutnya Sunnah kifayah. Perbuatan yang dilakukan salah satu individu kita telah gugur mendapat sebuah kewajiban tapi mengerjakannya juga lebih baik. Contohnya. Menjawab salam dan mendoakan yang bersih.
    Itulah sepemahaman saya.. apabila pendapat kurang di terima bisa kalian komen..

    Sekian terimakasih....🙂🤗

    BalasHapus
  7. nama:putri salsabila azzahro'
    kelas:XIIA
    menurut saya sunah ain dan wajib ain tidak ada namun bisa disebut dengan wajib ain dan wajib kifayah
    1.wajib ain
    Fardhu ain merupakan kewajiban dari setiap orang muslim di mana amalan atau ibadah yang harus dilakukan tidak dapat diwakilkan. Kewajiban ini diemban setiap muslim apabila ia telah memenuhi syarat yang telah ditentukan secara syariat di antaranya baligh dan berakal.

    Contoh ibadah atau amalan yang hukumnya wajib
    ain dan tidak bisa diwakilkan itu seperti salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, zakat dan lain-lain.

    2. wajib kifayah

    Fardhu kifayah merupakan suatu amalan wajib yang dibebankan kepada umat Islam tetapi bisa diwakilkan. Maksudnya, jika amalan atau ibadah itu sudah ada yang mengerjakan meski hanya satu orang, maka gugurlah kewajiban orang lain untuk melakukan amalan tersebut.


    Contoh amalan yang hukumnya wajib kifayah adalah pengurusan jenazah. Apabila ada seorang muslim yang meninggal dunia, maka harus ada yang mengurusnya mulai dari memandikan, mengkafani, mensalati, hingga dimakamkan

    BalasHapus
  8. Nama:Daris Salamah
    Kelas:Xll-A

    -wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa. Misalnya puasa hari Senin-Kamis.

    -wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa. Misalnya mengucapkan salam,mendoakan orng yg bersin dll.

    BalasHapus
  9. Nama: Ridfa Fadlilana
    Kelas: XIIa

    Sunnah ain dan sunnah kifayah itu tdk ada , namun biasa org mengkiyaskannya dg wajib ain dan wajib kifayah.
    Wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa.
    Wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    BalasHapus
  10. Nama : Silvianisa Eka Santy
    kelas : XII B ( 24 )

    Apa yang dimaksud Sunnah Ain dan Sunnah Kifayah ? Jelaskan beserta contonya. yang ada dalam hukum islam itu wajib ain dan wajib kifayah

    wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    jika yg ditanyakan sunnah ain dan sunnah kifayah itu tdk ada , namun biasa org mengkiyaskannya dg wajib ain dan wajib kifayah

    BalasHapus
  11. Nama:Dwi Yunita Sari
    Kelas:12b

    Sunnah ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa. Misalnya sholat sunah,sholat sunat rawatib,puasa hari Senin-Kamis.

    -sunnah kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa. Misalnya mengucapkan salam,mendoakan orng yg bersin,qurban

    BalasHapus
  12. Nama m jaliludin
    Kls12b
    Sunan ain adalah sesuatu kewajiban yang dilakukan sesuatu i ndividu
    Sunnah kifayah adalah suatu kewajiba n yang dilakukan 1 individu

    BalasHapus
  13. Nama: Nuril fatchurohman
    Kls XII b

    wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    Sunnah Kifayah adalah tuntutan bagi sekelompok orang / jamaah untuk melaksanakannya yang apabila dikerjakan oleh salah satu orang saja, maka sudah dianggap melaksanakan sunnah seluruhnya seperti membaca bismillah ketika makan bersama, meskipun pahalanya hanya untuk orang yang membaca basmalah

    BalasHapus
  14. Nama:riki Irwanto
    Kelas:XII B
    Jawaban:
    Sunnah ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa. Misalnya sholat sunah,sholat sunat rawatib,puasa hari Senin-Kamis.

    -sunnah kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa. Misalnya mengucapkan salam,mendoakan orng yg bersin,qurban

    BalasHapus
  15. Nama:Luk luk'us sa'adatil M
    Kelas:12b
    -Sunnah 'Ain adalah tuntutan bagi individu mukallaf untuk melakukannya meskipun tidak diwajibkan contohnya seperti sholat sunnah rawatib
    -sunah kifayah adalah sesuatu yang penting yang dipriortaskan hasilnya tanpa keharusan, dan tanpa memandang pada pelakunya, seperti memulai salam dan mendoakan orang yang bersin.Contoh lain dari sunah kifayah adalah berqurban

    BalasHapus
  16. Nama:anik susilowati
    Kelas:12b

    •wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    •wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    jika yg ditanyakan sunnah ain dan sunnah kifayah itu tdk ada , namun biasa org mengkiyaskannya dg wajib ain dan wajib kifayah

    BalasHapus
  17. Nama:Jihan rostika putri
    Kelas: XII B
    Sunah ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap idividu
    Contoh:jika seseorang itu melaksanakannya makan akan mendapat dosa\ganjaran

    Sunah kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain.
    Contoh:apa bila seseorang tidak melaksanakan sunah nya maka tidak mendapatkan dosa seperti melaksanakan sholat sunnah sebelum dan sesudah sholat

    BalasHapus
  18. Nama:M Munib Hariyadi
    Kelas:XIIB

    -Sunah ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap
    individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    -Sunah kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1
    individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain ,
    apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    BalasHapus
  19. Nama: Kurnia Wahyuni
    Kelas:12B

    .Wajib ain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu, apabila tidak dilakukan maka individu tersebut berdosa

    .Wajib kifayah adalah suatu kewajiban yang apabila sudah ada 1 individu yang melakukan maka gugurlah kewajiban yang lain,apabila individu yang lain melakukan maka tidak mendapatkan dosa
    Jika ditanyakan kansunanah ain dan Sunnah kifayah tidak ada namun orang biasanya mengkiaskan wajib ain atau wajib kifayah

    BalasHapus
  20. Nama:mirza danish r
    Kls:XIIB
    Sunnah ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa. Misalnya sholat sunah,sholat sunat rawatib,puasa hari Senin-Kamis.

    -sunnah kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa. Misalnya mengucapkan salam,mendoakan orng yg bersin,qurban

    BalasHapus
  21. Nama :rokhmatul iza
    Kelas:12B


    yang ada dalam hukum islam itu wajib ain dan wajib kifayah

    wajib ain adalah suatu kewajiban yg harus dilakukan oleh setiap individu , apabila tdk dilakukan maka individu tersebut berdosa

    wajib kifayah adalah suatu kewajiban yg apabila sudah ada 1 individu yg melakukannya maka gugurlah kewajiban yg lain , apabila individu yg lain tdk melaksanakan maka tdk mendapat dosa

    jika yg ditanyakan sunnah ain dan sunnah kifayah itu tdk ada , namun biasa org mengkiyaskannya dg wajib ain dan wajib kifayah

    BalasHapus
  22. Nama:Maxcel Ihza YogaTama
    Kls:12B
    .Wajib ain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu, apabila tidak dilakukan maka individu tersebut berdosa

    .Wajib kifayah adalah suatu kewajiban yang apabila sudah ada 1 individu yang melakukan maka gugurlah kewajiban yang lain,apabila individu yang lain melakukan maka tidak mendapatkan dosa
    Jika ditanyakan kansunanah ain dan Sunnah kifayah tidak ada namun orang biasanya mengkiaskan wajib ain atau wajib kifayah.

    BalasHapus
  23. NAMA: AMIROH NUBAILA HANUM
    KELAS: XIIA
    TANGGAL: 12 OKTOBER

    1. Sunnah 'Ain yaitu suatu anjuran yang dikerjakan oleh seorang individu atau mukalaf.
    Contoh: Sholat rowatib, puasa dawud, puasa senin Kamis

    2. Sedang sunnah kifayah yaitu sesuatu yang penting untuk dipriortaskan namun dilakukan oleh salah seorang saja di sebuah perkumpulan.
    Contoh: memulai salam, berkurban, mendoakan orang yang habis bersin.

    BalasHapus
  24. NAMA: AMIROH NUBAILA HANUM
    KELAS: XIIA
    TANGGAL: 12 OKTOBER

    1. Sunnah 'Ain yaitu suatu anjuran yang dikerjakan oleh seorang individu atau mukalaf.
    Contoh: Sholat rowatib, puasa dawud, puasa senin Kamis

    2. Sedang sunnah kifayah yaitu sesuatu yang penting untuk dipriortaskan namun dilakukan oleh salah seorang saja di sebuah perkumpulan.
    Contoh: memulai salam, berkurban, mendoakan orang yang habis bersin.

    BalasHapus

INTERAKSI ANTARORGANISME DALAM EKOSISTEM

INTERAKSI ANTARORGANISME DALAM EKOSISTEM 1. Predasi     Bentuk hubungan antara pemangsa (predator) dan yang dimangsa.untuk makanannya     Co...