Minggu, 25 Oktober 2020

Al-Qawaid al – Khamsah

 Al-Qawaid al – Khamsah

  1. Kaidah yang berkaitan dengan niat
  2. Teks kaidahnya

الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِها

Artinya: “Segala perkara tergantung kepada niatnya”.

  1. Dasar-dasar nash kaidah

Firman Allah SWT:

Artinya: “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. al-Bayyinah [98]: 5).

Sabda Nabi SAW:

إِنَّمَا الْاَ عْمَا لُ بِا لنِّبَا تِ وَاِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِ ئٍ مَا نَوَ ى

Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang ia niati.”

  1. Eksistensi niat

Dikalangan para ulama ada kesepakatan bahwa suatu perbuatan ibadah adalah tidak sah tanpa disertai niat, kecuali untuk beberapa hal saja, yang termasuk kekecualian dari kaidah-kaidah tersebut diatas.

Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa fungsi niat adalah

  1. Untuk membedakan antara ibadah dan adat kebiasaan.
  2. Untuk membedakan kualitas perbuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan
  3. Untuk menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta membedakan yang wajib dari yang sunah.

Secara lebih mendalam lagi para fuqaha (ahli hukum islam) merinci masalah niat ini baik dalam bidang ibadah mahdlah, seperti thaharah (bersuci), wudhu, tayamum, mandi junub, shalat, qasar jamak, wajib, sunnah, zakat, haji, saum ataupun didalam muamalah dalam arti luas atau ibadah ghair mahdlah, seperti pernikahan, talak, wakaf, jual beli, hibah, wasiyat, sewa-menyewa, perwakilan, utang-piutang, dan akad-akad lainnya.

 Kaidah yang berkenaan dengan keyakinan

Teks kaidahnya

اَلْيَقِيْنُ لاَيُزَالُ بِا لشَكِ

Artinya: “Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan kerugian”.

Didalam kitab-kitab fikih banyak dibicarakan tentang hal yang berhubungan dengan kenyakinan dan keraguan. Misalnya: orang yang sudah yakin suci dari hadas, kemudian dia ragu, apakah sudah batal wudhunya atau belum? Maka dia tetap dalam keadaan suci. Hanya saja untuk ihtiyath (kehati-hatian), yang lebih utama adalah memperbarui wudhunya.

Contoh lain dalam fiqh jinayah, apabila seseorang menyangka kepada orang lain melakukan kejahatan, maka sangkaan tersebut tidak dapat diterima. Kecuali ada bukti yang sah dan menyakinkan bahwa orang tersebut telah melakukan kejahatan.

  1. Dasar-dasar nash kaidah

Sabda Nabi SAW:

اِذَاوَجَدَ أَحَدُ كُمْ فِي بَصْنِهِ شَيْئًا فَآَ شْكَلَ عَلَيْهِ اَخَرَجَ مِنْهُ شَيْ ءٌأَمْ لاَفَلاَ يَخْرُجَنَ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَى يَسْمَعَ صَوْتًاأَوْيَجِدْرِيْحًا (رواه مسلم عن أبى هريرة)

Artinya: “Apabila seseorang diantara kalian merasakan sesuatu dalam perutnya. Kemudian dia ragu apakah sesuatu itu telah keluar dari perutnya atau belum. Maka orang tersebut tidak boleh keluar dari mesjid sampai dia mendengar suara (kentut) atau mencium baunya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

دَعْ مَايُرِيْبُكَ إِلَى مَالاَيُرِيْبُكَ

Artinya: “Tinggalkanlah apa yang meragukanmu, berpindahlah kepada yang tidak meragukanmu”. (HR. al-Nasai dan al-Turmudzi dari Hasan bi Ali).

Yang dimaksud dengan yakin disini adalah:

هُوَمَاكَانَ ثَابِتًابِالنَظَرأَواالدَّ لِيْل

Artinya: “Sesuatu yang menjadi tetap karena penglihatan panca indra atau dengan adanya dalil”.

Adapula yang mengertikan yakin dengan ilmu tentang sesuatu yang membawa kepada kepastian dan kemantapan hati tentang hakikat sesuatu itu dalam arti tidak ada keraguan lagi.

Adapun yang dimaksud dengan al-Syak disini adalah:

هُوَمَاكَانَ مُتَرَدِّدًابَيْنَ الثُبُوْتِ وَعَدَ مِهَ مَعَ تَسَاوِى طَرَفَرِالصَوَابِ وَالخَطَاءِ دُوْنَ تَرْ جِيْعِ اَحَرِ هِمَاعَلَى الاحَرِ

Artinya: “Suatu pertentangan antara kepastian dengan ketidakpastian tentang kebenaran dan kesalahan dengan kekuatan yang sama dalam arti tidak dapat ditarjihkan salah satunya”.

Ada kekecualian dari kaidah tersebut diatas, misalnya wanita yang sedang menstruasi yang meragukan, apakah sudah berhenti atau belum. Maka ia wajib mandi besar untuk shalat. Contoh lain: baju seseorang terkena najis, tetapi ia tidak tahu bagian mana yang terkena najis maka ia wajib mencuci baju seluruhnya.

Sesungguhnya contoh-contoh diatas menunjukkan kepada ihtiyath dalam melakukan ibadah tidak langsung merupakan kekecualian.

Kaidah yang berkenaan dengan kondisi menyulitkan

Teks kaidahnya

المَشَقَةُ تَجْلِبُ التَيْسِيْ

Artinya: “Kesulitan mendatangkan kemudahan”.

  1. Dasar-dasar nash kaidah

Firman Allah SWT:

يُرِيْدُ اللهُ بِكُمْ الْيُسْرِوَلاَيُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسرَ

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan Dia tidak menghendaki kesulitan bagi kalian”. (QS. al-Baqarah[2]: 185).

Sabda Nabi SAW:

الدِيْنُ يُسْرٌاخُبُ الدِيْنِ إلَى اللهِ الخفِيَةَ السَمْحَةَ (رواه البخر)

Artinya: “Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).[1][4]

Dalam ilmu fikih, kesulitan yang membawa kepada kemudahan itu setidaknya ada tujuh macam yaitu:

  1. Sedang dalam perjalanan, misalnya boleh qasar shalat, buka puasa, dan meninggalkan shalat jum’at.
  2. Keadaan sakit, misalnya boleh tayamum ketika sulit memakai air shalat fardhu sambil duduk.
  3. Keadaan terpaksa yang membahayakan kepada kelangsungan hidupnya.
  4. Lupa, misalnya seseorang lupa makan dan minum pada waktu puasa, lupa membayar utang tidak diberi sanksi tetapi bukan pura-pura lupa.
  5. Ketidaktahuan, misalnya orang yang baru masuk Islam karena tidak tahu, kemudian makan makanan yang diharamkan, maka dia tidak dikenai sanksi.
  6. Umum al-Balwa, misalnya kebolehan bai al-salam (Uangnya dahulu, barangnya belum ada). Kebolehan dokter melihat kepada bukan mahramnya demi untuk mengobati sekadar yang dibutuhkan dalam pengobatan.
  7. Kekuranganmampuan bertindak hukum (al-naqsh), misalnya anak kecil, orang gila, orang dalam keadaan mabuk.

Kaidah yang berkenaan dengan kondisi membahayakan

Teks kaidahnya

الضَرَرُيُزَالُ

Artinya: “Kemudaratan harus dihilangkan”.

Seperti dikatakan oleh Izzuddin Ibn Abd al-Salam bahwa tujuan syariah itu adalah untuk meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan. Kaidah tersebut di atas kembali kepada tujuan untuk merealisasikan maqashid al-syari’ah dengan menolak yang mafsadah, dengan cara menghilanhkan kemudaratan atau setidaknya meringankannya.

Contoh-contoh dibawah ini antara lain memunculkan kaidah diatas:

– Larangan menimbun barang-barang kebutuhan pokok masyarakat karena perbuatan tersebut mengakibatkan kemudaratan bagi rakyat.

–  Adanya berbagai macam sanksi dalam fiqh jinayah (hukum pidana Islam) adalah juga untuk menghilangkan kemudaratan.

– Adanya aturan al-Hajr (kepailitan) juga dimaksudkan untuk menghilangkan kemudaratan.

  1. Dasar-dasar nash yang berkaitan

Firman Allah SWT:

 تُفْسِرُوَافِى الْاَرْضِ (الاعراف: ه ه)وَلاَ

Artinya: “Dan jangan kamu sekalian membuat kerusakan dibumi. “. (QS. al-A’raf : 55).

Sabda Nabi SAW:

لاَضَرَرَوَلاَضِرَارَ

Artinya: “…Tidak boleh membuat kerusakan pada diri sendiri serta membuat kerusakan pada orang lain”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

Kaidah yang berkenaan adat kebiasaan

Teks kaidahnya

اَلعَا دَةُ مُحَكَمَةٌ

Artinya: “Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”.

Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, adat kebiasaan sudah berlaku di masyarakat baik di dunia Arab maupun dibagian lain termasuk di Indonesia. Adat kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang dianggap oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut diketahui, dipahami, disikapi, dan dilaksanakan atas dasar kesadaran masyarakat tersebut.

  1. Dasar-dasar nash kaidah

Firman Allah SWT:

وَعَا شِرُوَهُنَ بِا الْمَعْرُوْفِ

Artinya: “ Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara yang ma’ruf(baik)”. (HR. Ahmad dari Ibnu Mas’ud).

Sabda Nabi SAW:

اَلْعَادَةُمَا اسْتَمَرَالنَاسُ عَلَيْهِ عَلَى حُكْمِ الْمَعْقُوْ لِ وَعَادُوْا اِلَيْهِ مَرَةً بَعْدَاُخْرَى

Artinya: “Apa yang dipandang baik oleh muslim maka baik pula disisi Allah”. (HR. Ahmad dari Ibnu Mas’ud).

  1. Pengertian ‘Adah atau ‘uruf

Jumhur ulama mengidentikkan term ‘adah dengan ‘uruf, keduanya mempunyai arti yang sama. Namun sebagai fuqaha membedakannya. Al-Jurjani misalnya mendefinisikan ‘adah dengan:

Adah adalah suatu (perbuatan) yang terus menerus dilakukan manusia, karena logis dan dilakukan secara terus menerus. Sedangkan ‘uruf adalah:

‘Uruf tidak hanya merupakan perkataan, tetapi juga perbuatan atau juga meninggalkan sesuatu. Karena itu dalam terminology bahasa Arab antara ‘uruf dan ‘adah tiada beda.

Misalnya ‘uruf / ‘adah adalah menggunakan kalender haid bagi wanita, setiap bulan seseorang wanita mengalami menstruasi dan cara perhitungannya ada yang menggunakan metode tamyiz dan ada juga metode ‘adah (yakni menganggap haid atas hari-hari kebiasaan keluarnya darah tiap bulan). Bagi Imam hanafi mewajibkan penggunaan metode adah sedang Imam Syafi’I menguatkan metode tamyiz.

  1. Syarat diterimanya ‘uruf /‘adah

Menurut pengertian diatas, maka adah dapat diterima jika memenuhi syarat sebagai berikut:

–   Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat.

– Perbuatan, perkataan yang dilakukan selalu terulang-ulang boleh dikata sudah mendarah daging pada perilaku masyarakat.

– Tidak bertentangan dengan ketentuan nash, baik al-Qur’an maupun as-Sunnah

– Tidak mendatangkan kemudaratan serta sejalan dengan jiwa dan akal yang sejahtera


TUGAS

kerjakan LKS hal 61 no 1 dan 2 jawaban silahkan isi pada kolom komentar ya. sertakan nama dan kelas

(HP ne ngge nompo jawaban gampang heng wisan )

12 komentar:

  1. Nama:Arizal Pratama
    Kelas:XIIA
    1.Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya
    الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِهَا
    Maksudnya adalah niat yang terkandung dalam hati seseorang saat melakukan amaliyah, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal-amaliyah yang telah dilakukan, baik yang berhubungan dengan peribadahan maupun adat-kebiasaan.
    Dengan demikian, setiap amaliyah pasti didasarkan pada niat, jika tidak, maka amaliyah tersebut bersifat spekulatif. Oleh karena itu, niat memiliki posisi yang sangat penting, sebab ia sebagai penentu segala gerak tingkah dan amaliyah yang dilakukan menjadi bernilai baik atau tidak.
    Contoh penerapannya, ketika wanita dalam keadaan haid, ketika membaca bismillah dengan Diniati membaca Alqur’an, maka hukumnya haram.Diniati berdzikir, maka tidak haram
    Diniati baca Alqur’an dan dzikir, maka hukumnya haram
    ·Tidak diniati apa-apa, maka juga haram.
    2.yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan,maka buanglah keraguan mu antara batal wudhu atau tidak pilihlah yang kamu yakini

    BalasHapus
  2. NAMA : TITIS SYAWALNA PUTRI
    KELAS : 12 A

    JAWABAN:

    1. menurut kaidah yang artinya ( segala sesuatu itu tergantung dari niatnya).
    Kaidah tersebut memiliki makna yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia, mulai dari perkataan sampai dengan perbuatan, semua tergantung dari niat orang yang melakukannya, apakah seseorang tersebut melakukan perbuatan dengan semata-mata niat beribadah kepada Allah atau hanya karena niatan yang lain.
    Niat itu terletak pada hati, isa diucapkan secara lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.

    Contohnya:
    Jika ada seseorang yang singgah di rumah teman atau saudara nya, dan kemudian mengobrol dengan orang yang dikunjunginya tersebut maka ia akan mendapat pahala apabila niat berkunjung itu untuk bersilaturahmi. Namun sebaliknya apabila niat berkunjung itu untuk mengunjungi orang lain maka yang hanya didapatkan hanya dosa.

    2. Makna kaidah keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan yaitu:
    Bahwa suatu perkara yang diyakini telah terjadi tidak bisa dihilangkan kecuali dengan dalil yang pasti dan meyakinkan. Dengan kata lain, tidak bisa dihilangkan hanya dengan sebuah keraguan, demikian pula sebaliknya, suatu perkara yang diyakini belum terjadi kecuali dengan dalil yang meyakinkan pula

    Jadi mengenai kaidah tersebut, contoh penerapan kaidah untuk mengatasi adanya keraguan tentang wudhu yang terjaga atu sudah batal maka berikut penjelasannya

    1. Apabila seseorang yakin bahwa dia telah berwudhu kemudian dia ragu apakah telah batal wudhunya atau belum maka dia tidak perlu berwudhu lagi.

    2. Dan begitu pula sebaliknya apabila seorang yakin bahwa wudhunya telah batal, tetapi ia ragu apakah ia sudah berwudhu lagi atau belum maka ia wajib baginya berwudhu lagi.


    Selesaii..... 👍👍👍

    BalasHapus
  3. Nama:M Najibul Ihsan
    Kelas:XIIA

    1.Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya
    الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِهَا
    Maksudnya adalah niat yang terkandung dalam hati seseorang saat melakukan amaliyah, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal-amaliyah yang telah dilakukan, baik yang berhubungan dengan peribadahan maupun adat-kebiasaan.
    Dengan demikian, setiap amaliyah pasti didasarkan pada niat, jika tidak, maka amaliyah tersebut bersifat spekulatif. Oleh karena itu, niat memiliki posisi yang sangat penting, sebab ia sebagai penentu segala gerak tingkah dan amaliyah yang dilakukan menjadi bernilai baik atau tidak.
    Contoh penerapannya, ketika wanita dalam keadaan haid, ketika membaca bismillah dengan Diniati membaca Alqur’an, maka hukumnya haram.Diniati berdzikir, maka tidak haram
    Diniati baca Alqur’an dan dzikir, maka hukumnya haram
    ·Tidak diniati apa-apa, maka juga haram.
    2.yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan,maka buanglah keraguan mu antara batal wudhu atau tidak pilihlah yang kamu yakini

    BalasHapus
  4. Nama:Ahmad Taufik Hidayat
    Kls 12 a
    1. menurut kaidah yang artinya ( segala sesuatu itu tergantung dari niatnya).
    Kaidah tersebut memiliki makna yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia, mulai dari perkataan sampai dengan perbuatan, semua tergantung dari niat orang yang melakukannya, apakah seseorang tersebut melakukan perbuatan dengan semata-mata niat beribadah kepada Allah atau hanya karena niatan yang lain.
    Niat itu terletak pada hati, isa diucapkan secara lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.

    Contohnya:
    Jika ada seseorang yang singgah di rumah teman atau saudara nya, dan kemudian mengobrol dengan orang yang dikunjunginya tersebut maka ia akan mendapat pahala apabila niat berkunjung itu untuk bersilaturahmi. Namun sebaliknya apabila niat berkunjung itu untuk mengunjungi orang lain maka yang hanya didapatkan hanya dosa.

    2.yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan,maka buanglah keraguan mu antara batal wudhu atau tidak pilihlah yang kamu yakini

    BalasHapus
  5. Nama : asna nur holifa
    Klas : 12.a

    1.Secara terminology Al – Umuru Bi Maqasidiha adalah suatu perbuatan seseorang baik secara lisan maupun tingkah laku yang dikenai hukum syara’ sesuai dengan maksud/ dan tujuan dari perbuatan tersebut.[1]
    : الأمور بمقـاصدها
    “Segala perkara tergantung pada tujuannya.”

    Contoh dari penerapan kaidah Al – Umuru Bi Maqasidiha:
    a. Makan dan minum jika dimaksudkan agar menjadi kuat beribadah, maka mndapat pahala,tetapi jika tidak ada maksud tersebut maka tidak ada pahala.
    b. Orang memeras anggur adalah tergantung apa niatnya? Dibuat cokak atau arak!

    2.keraguan yg baru datang pada suatu keyakinan yg disebabkan oleh suatu hal yg sifatnya eksternal , tidak dapat menghilangkan keyakinan tersebut. Tidak tahu apakah sudah batal atau belum maka buanglah keraguan dan tetapkan yg diyakini

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Nama :Ridfa Fadlilana
    Kelas:12a
    Jawab:
    1.الامور بمقاصدها
    Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
    Contoh kaidah:
    Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
    Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada
    istrinya: انت خالية (engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan
    menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika
    ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
    2.Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan, maksudnya antara batal wudhu atau tidak harus menetapkan keyakinan, jika masih ada keraguan lebih baik dianggap sudah batal untuk meyakinkan keraguan dan lebih baik wudhu

    BalasHapus
  8. nama:putri salsabila azzahro'
    kelas :XIIA
    1.Lafal al-umuru merupakan bentuk jama’ dari kata tunggal al-amru yang secara bahasa memiliki arti “perubahan” dan “tingkah”. بمقاصدها الأمور adalah segala sesuatu yang tergantung tujuannya. Maksudnya adalah niat atau motif yang terkandung didalam seseorang saat melakukan perbuatan, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal perbuatan yang telah dilakukan, baik berhubungan dengan peribadatan ataupun adat-kebiasaan.[1] Intinya dalam qa’idah ini mencakup semua hal tentang niat.
    Kaidah ini memiliki arti bahwasanya setiap perbuatan yang dilakukan tergantung pada niat yang dimunculkan, artinya setiap niat yang terefleksikan dalam tindakan nyata, maka niat yang tidak terealisasikan dalam bentuk dlhohir maka tidak akan berimplikasi pada wujud syar’i.
    Hukum perbuatan dikembalikan pada niat, apabila seseorang meningggalkan hal-hal yang dilarang demi melaksanakan perintah, maka dia diberi pahala atas perbuatannya., tapi apabila dia meninggalkan hal-hal yang dilarang tersebut hanya berdasarkan kebiasaan maka tidak ada pahala baginya.
    Contoh : Allah melarang makan bangkai diselain keadaan darurat, berdasarkan firman Allah:
    حرمت عليكم الميتة

    “ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, “
    Apabila seseoraang meninggalkan makan bangkai karena dia jijik, maka tidak ada pahala baginya, tapi apabila dia tidak makan bangkai karena ada larangan syara’ maka Allah memberi pahala baginya.
    2.keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan.
    apabila ada seseorang yang yakin bahwa dia sudah berwudu.kemudiam dia ragu apakah wudhu nya sudah batal atau belum. maka di tidak perlu wudhu lagi karena buanglah keraguan,dan tetapkanlah keyakinan.
    sebaliknya apabila seseorang yang sudah wudhu diq yakin kalau wudhunya sudah batal namun dia ragu apakah wudunya belum batal atau sudah batal maka di berwudu lagi karena uanglah keraguan dan tetapkanlah keyakinan


    BalasHapus
  9. Nama: Erlika nur azizah herlambang
    Kelas: XIIA
    adalah segala sesuatu yang tergantung tujuannya. Maksudnya adalah niat atau motif yang terkandung didalam seseorang saat melakukan perbuatan, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal perbuatan yang telah dilakukan, baik berhubungan dengan peribadatan ataupun adat-kebiasaan.Intinya dalam qa’idah ini mencakup semua hal tentang niat. Kaidah ini memiliki arti bahwasanya setiap perbuatan yang dilakukan tergantung pada niat yang dimunculkan, artinya setiap niat yang terefleksikan dalam tindakan nyata, maka niat yang tidak terealisasikan dalam bentuk dhohir maka tidak akan berimplikasi pada wujud syar’i.Hukum perbuatan dikembalikan pada niat, apabila seseorang meningggalkan hal-hal yang dilarang demi melaksanakan perintah, maka dia diberi pahala atas perbuatannya., tapi apabila dia meninggalkan hal-hal yang dilarang tersebut hanya berdasarkan kebiasaan maka tidak ada pahala baginya.
    Contoh➡️ Apabila ada seorang mengucapkan kata-kata kasar (umpatan) itu juga tergantung niatnya, apabila niatnya hanya memberi contoh ini yang dinamakan umpatan maka tidak apa-apa. Akan tetapi apabila dikatakan dengan amarah maka akan berdosa.

    2. Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan. Apabila ia sudah yakin maka tidak berwudhu kemabali tidak apa-apa, kalau ia tidak yakin lebih baik berwdu kembali. Karna terkadang sebuah ketidak yakinan akan terasa tidak enak.
    Selasai.

    BalasHapus
  10. Nama: Hanggoro Nursetio M
    Kelas: XII A

    1.Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya
    الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِهَا
    Maksudnya adalah niat yang terkandung dalam hati seseorang saat melakukan amaliyah, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal-amaliyah yang telah dilakukan, baik yang berhubungan dengan peribadahan maupun adat-kebiasaan.
    Dengan demikian, setiap amaliyah pasti didasarkan pada niat, jika tidak, maka amaliyah tersebut bersifat spekulatif. Oleh karena itu, niat memiliki posisi yang sangat penting, sebab ia sebagai penentu segala gerak tingkah dan amaliyah yang dilakukan menjadi bernilai baik atau tidak.
    Contoh penerapannya, ketika wanita dalam keadaan haid, ketika membaca bismillah dengan Diniati membaca Alqur’an, maka hukumnya haram.Diniati berdzikir, maka tidak haram
    Diniati baca Alqur’an dan dzikir, maka hukumnya haram
    ·Tidak diniati apa-apa, maka juga haram.
    2.yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan,maka buanglah keraguan mu antara batal wudhu atau tidak pilihlah yang kamu yakini

    BalasHapus
  11. Nama:ahmad jalaludin
    Kls:12a
    1 menurut kaidah yang artinya segala sesuatu tergantung niatnya
    2yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan

    BalasHapus
  12. M choirun nizar
    Kls.XIIa


    1.Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya
    الأُمُوْرُبِمِقَا صِدِهَا
    Maksudnya adalah niat yang terkandung dalam hati seseorang saat melakukan amaliyah, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal-amaliyah yang telah dilakukan, baik yang berhubungan dengan peribadahan maupun adat-kebiasaan.
    Dengan demikian, setiap amaliyah pasti didasarkan pada niat, jika tidak, maka amaliyah tersebut bersifat spekulatif. Oleh karena itu, niat memiliki posisi yang sangat penting, sebab ia sebagai penentu segala gerak tingkah dan amaliyah yang dilakukan menjadi bernilai baik atau tidak.
    Contoh penerapannya, ketika wanita dalam keadaan haid, ketika membaca bismillah dengan Diniati membaca Alqur’an, maka hukumnya haram.Diniati berdzikir, maka tidak haram
    Diniati baca Alqur’an dan dzikir, maka hukumnya haram
    ·Tidak diniati apa-apa, maka juga haram.
    2.yakinlah bahwa keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan,maka buanglah keraguan mu antara batal wudhu atau tidak pilihlah yang kamu yakini

    BalasHapus

INTERAKSI ANTARORGANISME DALAM EKOSISTEM

INTERAKSI ANTARORGANISME DALAM EKOSISTEM 1. Predasi     Bentuk hubungan antara pemangsa (predator) dan yang dimangsa.untuk makanannya     Co...